
Media Asgar Center – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agama RI, Kamaruddin Amin menekankan pentingnya peran Indonesia sebagai model kehidupan beragama global. Ia menyoroti kondisi unik etnis Indonesia yang merupakan bangsa yang paling majemuk dan paling plural.
“Secara etnis dan keberagaman, bisa dibilang kita itu sangat plural dan majemuk, namun situasinya sangat aman dan damai. Kita harus bisa menjadi kiblat kehidupan beragama, yang mencerminkan kedamaian dan kerukunan”, tegasnya di Wajo, Sulawesi Selatan, Jum’at (03/10/25).
Menurut Sekjen, ini adalah panggilan moral bagi bangsa, di mana dunia ingin menjadikan Indonesia kiblat bagi kehidupan beragama, menunjukkan bagaimana masyarakat dapat hidup rukun di tengah keberagaman.
Hal ini beliau sampaikan saat Dialog Media dalam rangka Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Internasional, yang mengusung tema Dari Tradisi Indonesia untuk Dunia. Dialog ini diikuti wartawan media lokal dan nasional.
Ia menyerukan kepada awak media agar bersama-sama menyuarakan bahwa sebagai umat beragama yang baik, semua harus memberikan dampak kepada masyarakat sekitar.
“Sebagai Umat Beragama yang baik, kita harus memberikan dampak yang baik juga kepada kehidupan sosial di masyarakat”, ajak Kamaruddin.
Pesan Sekjen Kemenag ini selaras dengan semangat MQK Internasional yang menjadikan Kitab Turats sebagai fondasi utama untuk menyebarkan perdamaian dan mendorong kehidupan beragama yang berdampak positif.
Kitab Turats dan Peran Ulama sebagai Role Model
Dalam konteks MQK Internasional, Sekjen menekankan pentingnya peran ulama. Ulama memiliki kewajiban moral untuk menguasai kitab turats (kitab-kitab klasik) sebagai sumber keilmuan untuk menjawab tantangan kekinian. Menurutnya, ulama yang baik itu adalah yang bisa mewariskan ilmu-ilmu terdahulu, yang mana banyak tertulis dalam kitab turats.
“Ulama yang baik itu yang dapat memahami dan mengajarkan ilmu-ilmu dan nilai yang terdapat pada kitab-kitab turats (klasik), dengan begitu, warisan ilmu akan terus terjaga dengan sanad yang baik juga”, jelasnya.
Lebih lanjut, ulama dituntut untuk menjadi role model dalam moderasi beragama, memastikan bahwa pemahaman agama yang bersumber dari tradisi keilmuan menghasilkan kedamaian sosial.
“Ulama ini memiliki kewajiban untuk menjadi role model (teladan) bagi para murid dan santrinya, bagaimana menciptakan kehidupan yang rukun di tengah keberagaman bangsa Indonesia”, tandasnya.
Turut Hadir, Kepala Biro hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik Thobib Al-Ahsyar, Direktur Pesantren Basnang Said, dan juga anggota Dewan Hakim MQKI 2025 Abdul Moqsith, beserta audiens dari media lokal dan nasional.